Thursday, October 2, 2014

Chapter 5

Almira merasa perasaannya tak begitu baik malam ini. Ia memutuskan untuk pergi ke taman. Almira merasa ingin menyendiri. Mengasingkan diri. Menepikan diri dari semua ceramah Erik, malam ini saja.

Almira membawa semua barang pemberian Dito yang sudah disimpannya di dalam satu paperbag besar yang sebetulnya ingin ia kembalikan pada Dito secepatnya. Tak lupa Almira menyisipkan buku diary kecil usangnya di saku belakang.

Sesampainya di taman, seperti biasanya, Almira duduk diatas ayunan tua yang menghadap lurus ke kedai serabi yang sering dia kunjungi bersama Dito dulu. Saat malam, taman itu begitu indah dan menawan disinari lampu warna-warni. Begitu romantis, membuat siapapun yang datang kesana setiap malam merasa jatuh cinta, kecuali Almira saat ini tentunya. Almira merenung, dan mulai menggoreskan cerita diatas buku diary kecilnya yang usang itu.

Dear diary,
Aku nggak tahu apa yang melangkahkan kakiku malam ini ke taman ini sendirian. Biasanya, aku selalu meminta Erik menemaniku. Tapi entah, rasanya malam ini aku benar-benar ingin sendirian. Menatap kedai itu, membawa semua barang-barang ini kesini, merasa rindu pada seseorang yang harusnya tak lagi kurindukan. Aku ini kenapa? Ada apa denganku? Tak cukupkah aku melemahkan diriku lagi dan lagi dengan terus-menerus berharap? Kapan aku bisa menghentikan semua harapan ini? Kapan diary?

Almira membuka halaman kosong selanjutnya, menuliskan kalimat-kalimat lirih berikutnya.

Aku adalah angin.
Aku angin yang datang padamu disaat kau gelisah.
Semilir hembusan sejukku pernah membuatmu nyaman.
Tapi sungguh sayang,
Aku tak kekal.
Aku hanya sepintas lalu kemudian kau lupakan.
Tahukah kau?
Aku begitu ingin menjadi matahari.
Kekal,
memberikanmu kehangatan,
menemanimu sepanjang hari hingga waktuku tiba untuk terbenam.
Selalu begitu setiap harinya.
Dan kau tentu dapat hidup tanpa angin, tapi tak mungkin tanpa matahari, bukan?

Almira menutup diary-nya. Meletakkannya di ayunan sebelah. Almira meraih paperbag yang tadi dibawanya. Mengeluarkan sweater hoodie milik Dito, kemudian memakainya. Almira mengeluarkan satu-persatu barang pemberian Dito yang ada di dalam paperbag itu. Almira memulainya dengan membuka tas kecil berwarna merah hati yang Dito berikan sebagai kado ulangtahunnya beberapa bulan yang lalu. Kado pertama dan terakhir yang Dito berikan. Almira mengeluarkan isi dari tas itu. Ada foto, tempat pensil, kartu ucapan, foto Dito semasa kecil, sampai tiket mereka saat pertama kali naik busway.

Almira menatap foto dirinya bersama Dito. Menatap rona bahagia mereka kala berfoto saat itu. "Apa rona bahagia kamu di foto ini juga pura-pura, Dit?" Dadanya sesak menahan air matanya yang hampir jatuh. Almira memeluk foto itu erat-erat kemudian mengeluarkan novel yang pernah Dito berikan. Di sampul depannya tertulis " Hati ini milik : Dito Arvian"

Almira memasukkan kembali novel itu kedalam tas merah hati tersebut. Memandang kembali potret bahagia dirinya dan Dito waktu itu.

"Gue harus kembaliin semua ini sama Dito, harus!" Kata Almira lirih seraya menyeka air matanya.

Dan Almira pun membuka kontak BBM Dito, kemudian mengetik sebaris pesan.

"Dit, sabtu ini ada waktu? Kita harus ketemu. Gue harus kembaliin semua ini sama lo."

-Bersambung

No comments:

Post a Comment