Tuesday, September 23, 2014

Chapter 1

"Jangankan mereka, akupun lebih-lebih nggak percaya akhirnya seperti ini." Kata Almira saat melihat pantulan wajahnya di meja rias.

Almira melamun saat duduk di meja riasnya. Wajah Almira kusut, matanya sembab. Tampak lingkaran hitam di kantung matanya. Dirinya terlihat sangat berantakan malam itu.

Almira merasa rindu akan sosok Dito yang dulu. Entah, apa yang membuat Dito berubah begitu banyak saat ini. Almira begitu merindukan Dito yang sangat baik, sangat perhatian, dan malah yang sangat membosankan.

---- 1 bulan yang lalu ----

"Secepat itukah, Dit? Kamu ngerasa perasaan kamu ke aku udah berubah? 4 tahun, Dit. Semua itu nggak sebentar. Nggak ada artinyakah buat kamu? Perjuangan aku? Perjuangan kita? Walaupun kita dari dulu selalu putus nyambung? Dan secepat itukah kamu bilang perasaan yang kamu punya buat aku hilang? Aku tau, Dit, awal kita balikan dulu kamu nggak begini. Tatapan kamu nggak berubah kaya beberapa bulan terakhir yang aku bilang. Kamu berubah sejak kamu kenal dia. Aku kenal kamu nggak setahun dua tahun, Dit. Tega ya kamu kayak gini. Setelah kamu buat aku bener-bener bisa ngasih semua rasa sayang aku ke kamu, yang padahal dulu cuma bisa aku kasih setengahnya. Kamu yang narik-narik aku sampe akhirnya aku jatuh. Aku coba berubah untuk jadi Almira yang lebih baik buat kamu. Jadi Almira yang nggak egois, yang sabar, yang lebih perhatiin kamu. Semua aku lakuin buat kamu, Dit. Aku pengen bahagiain kamu. Tapi inikah balasannya? Setelah semua usahaku buat berubah, sedikit... sedikit.... sampe akhirnya aku bisa jadi Almira yang perhatian, yang cemburuan, yang ngambek kalo nggak ketemu kamu. Yang bahkan tadinya aku mikirin juga nggak, kamu seharian mau ngabarin aku atau enggak. Ini cara kamu ngebales semua sakit kamu dulu? Kalo iya, makasih ya, Dit. Kamu berhasil. Berhasil banget."

"Aku minta maaf, Al. Aku.... udah nggak ngerasa apa-apa lagi di sini. Bener yang kamu bilang, semua yang aku lakuin buat kamu, itu terpaksa. Karena aku ngerasa bersalah sama kamu. Karena aku ngerasa, aku punya hutang untuk bahagiain kamu. Setelah aku bisa sedikit-sedikit menuhin mau kamu, mulai dari ngelewatin Ramadhan bareng, ngasih kamu kado saat kamu ulang tahun, sampe liburan berdua sama kamu, setelah aku bisa menuhin itu semua, rasa yang aku punya buat kamu hilang, Al. Dulu waktu kamu bilang kamu kangen sama aku, aku ngerasa itu waktu yang tepat buat bikin kamu bahagia. Tapi justru aku malah bikin semuanya makin kacau. Aku tahu itu. Tapi aku lega karena aku ngerasa sekarang tugas aku udah selesai. Aku juga nggak ngerti kenapa bisa kayak gini, Al. Aku..... cuma nggak ingin pura-pura, aku nggak mau bohongin kamu lagi. Aku jahat, Al. Aku udah terlalu banyak bohongin kamu, dan aku... aku nggak mau lebih lama lagi pura-pura, aku nggak mau nyakitin kamu lebih dalem lagi, makanya aku mau pergi."

Almira bingung harus berkata apa, semua berkecamuk di pikirannya. Marah, sedih, kecewa, bahkan sungguh tidak percaya atas apa yang Dito katakan.

Beberapa hari sebelum Dito mengucapkan kata-kata yang begitu meluluh-lantakkan hati Almira itu, mereka sempat bertengkar karena Almira tahu, Dito sedang dekat dengan wanita lain. Yang Almira rasa, telah memberikan rasa nyaman yang lebih dari yang Almira bisa berikan. Hingga akhirnya Almira merasa begitu sakit, sangat sakit. Dan ketika itu, hanya air matanya yang berbicara.....

Setiap hari Almira menangis tiada henti. Mungkin orang lain berpikir dia berlebihan, tapi tentu hanya Almira yang tahu bagaimana rasanya begitu sedih dan hancur saat itu. Hanya buku diary lusuhnya yang tahu dan mengerti perasaan Almira yang berantakan saat itu.

-----------------------------------------

Dear Diary...
Aku nggak tahu harus bilang apa sama kamu. Yang pasti, hatiku begitu hancur saat ini. Kamu tahu? Seorang Dito Arvian, yang dulu sangat memuja aku, yang terlalu sering aku sakiti, sekarang udah bisa nyakitin aku. Bahkan, lebih sakit. Sangat sakit. Dan kamu tahu, diary? Dia bilang disana udah nggak ada apa-apa lagi, hampa, dan dia bilang dia nggak mau bohongin aku lagi. Nggak mau pura-pura lagi. Ya, aku pikir ini semua karma buat aku karena aku dulu selalu nyakitin dia. Aku pengen balik lagi sama dia dulu, karena aku pengen bahagiain dia yang aku ngerasa dulu aku nggak pernah bisa, nggak pernah sempat. Karena aku terlalu egois, terlalu jahat dan memikirkan kebahagiaan aku sendiri. Tapi, disaat aku berubah sedikit demi sedikit jadi lebih baik buat dia, bisa nahan emosi aku sedikit demi sedikit buat dia, bahkan yang paling drastis jadi perhatian banget sama dia, yang aku sadar banget dulu aku terlalu cuek bahkan untuk sekedar nanya dia udah makan atau belum. Kamu tahu, diary?  Sulit, bahkan sangat sulit buat aku untuk jadi aku yang sekarang. Yang sangat peduli sama dia. Setiap hari aku belajar. Belajar dari kesalahan aku, belajar dari semua masalah kita, mencoba nanggepin dengan dewasa karena aku tahu udah bukan saatnya main-main lagi. Tapi disaat semua yang aku usahakan dengan begitu susah payah udah aku kasih ke dia? Dia hanncurkan semua itu dengan mudahnya. Tahu rasanya? Seperti ingin ia bawa ke langit ke-tujuh, tapi saat di langit ke-enam genggamannya sengaja dilepas karena ingin melihatku terjatuh kemudian menertawakan aku. Seburuk apapun aku di masa laluku, aku nggak pernah meninggalkan dia karena merasa nyaman dengan orang lain, bahkan demi orang lain. Yang bahkan setelah putus hubungan bahkan makin dekat. Dia nggak mengakui kalau ada orang lain di hatinya, tapi aku tahu diary. Aku tahu. Karena aku memahami dia. Aku kenal dia. Yang membuatku amat sangat tidak percaya semua ini terjadi, karena memang sebelumnya dia nggak pernah kayak gini. Yang bahkan hanya salah bicarapun, memohon maaf hingga berhari-hari karena takut aku terluka. Benar yang dia bilang, "Dulu sama sekarang itu beda, Al." Iya. Aku tahu. Bahkan disaat aku mencoba meyakinkan perasaannya, tak sedikitpun dia meminta waktu sama aku untuk merenungkannya. Dia bilang "Aku mau putus, Al." Akan selalu ada cara Tuhan untuk membalas setiap kejahatan bukan, diary?  Bahkan yang telah bertahun-tahun kupikir telah terkubur. Firasatku ternyata benar, bahwa suatu saat dia pasti akan berubah, dan saat itu semua berbalik. Kini aku yang memujanya. Tuhan, mohon maafkan hamba-Mu ini yang hanya datang kepada-Mu disaat sulit, disaat duka, disaat tak ada pilihan untuk bersandar selain Engkau. Biarlah kesakitanku dapat membuatnya bahagia. Dulu, kamu nggak pernah sempat bikin dia bahagia kan, Al? Sekarang saatnya kamu membalas semua kebaikan dia dulu. Walaupun semua harus kamu bayar dengan kesakitan, kamu jadi nggak akan ngerasa berhutang sama dia lagi kan? Percaya aja, jodoh nggak akan kemana. Kalau memang dia jodoh kamu, kelak pasti dia akan kembali. Kalau bukan, pasti Tuhan sudah siapkan yang terbaik buat kamu. Berprasangka baiklah, Almira...

Almira menutup buku diary nya dengan perasaan yang makin tak karuan. Dia memegang ponselnya. Mencari kontak seseorang disana dan memencet tombol call setelah kontaknya ditemukan.

"Halo, Rik? Lo ada di kostan ngga? Gue kesana ya?" Kata Almira sesegukan.

-Bersambung...

No comments:

Post a Comment