Wednesday, January 25, 2017

Once A Year Happiness

Hei, pink sky. Lama tak bertemu. Parasmu sore ini membuatku bahagia, sama seperti sikapnya padaku yang tiba-tiba berubah. Aku tak tahu apa yang salah dengannya, tapi jujur, ini pertama kalinya setelah beberapa tahun berlalu sejak kepergiannya, aku akhirnya merasa bahagia (luar biasa) kembali.

Sikapnya yang tiba-tiba berubah hangat terasa aneh buatku. Aku bahagia hingga tak dapat menutupi hatiku yang rasanya ingin melompat kegirangan dengan kata-kata ketus yang biasa kuucapkan padanya. Aku terlalu bahagia hingga lupa bahwa sudah lebih dari 2 tahun berlalu dan hatinya telah berubah.

Aku masih ingat, betapa dulu aku menunggu-nunggu momen itu—hari ulang tahunnya—datang agar aku dapat mengirimkan beberapa baris kalimat berisi harapan yang terbaik untuknya dariku. Aku masih ingat, betapa antusiasnya aku menantikan momen itu datang hanya karena ingin tahu keadaannya. Aku masih ingat, jawaban singkatnya pernah membuatku enggan membalas pesannya, terlanjur kecewa dan sempat menyesal telah mengirimkan ucapan selamat ulang tahun dengan gambar yang kuulang berkali-kali hanya agar tak terlihat memalukan. Aku sungguh masih ingat bagaimana hal itu mencabik hatiku dan membuatku menangisinya lagi.

Tapi tahun ini, sikapnya membuatku terkejut. Mulai dari unggahan doodling yang kubuat untuknya di Instagram story-nya, update status di salah satu akun messenger-nya yang menyatakan bahwa ia senang melihat namaku muncul di notification bar ponselnya meski hanya setahun sekali, hingga kata "Kamu apa kabar?" darinya, membuatku melupakan semua sakit dan ketakutanku akan sikapnya setelah meninggalkanku, dan tahun lalu saat aku memberinya ucapan selamat ulang tahun dengan cara yang sama.

Ya. Dua hari yang lalu dan semalam, aku begitu bahagia. Aku memang seharusnya tak sebahagia ini karena mungkin dia hanya kasihan melihatku memendam rindu sendirian. Tapi aku yakin, dia tahu jika aku merindukannya. Setidaknya firasatku berkata demikian meski tak yakin kebiasaan stalking-nya masih seperti dulu atau tidak.

Jika bisa, ingin rasanya kuhentikan waktu agar momen itu bisa berlangsung lebih lama dan tak berlalu meski yang bisa kulakukan hanya berbalas pesan singkat dengannya. Tapi aku tak punya kuasa untuk melakukannya, hingga akhirnya kecewa karena momen itu berlalu dan menghilang begitu saja seperti mimpi.

Meski begitu, Tuhan nyatanya memang Maha Mendengar. Siapa sangka keesokan hari aku bisa mendengar suaranya? Padahal aku hanya menanyakan sebuah buku padanya yang kebetulan bekerja di sebuah toko buku besar. Siapa sangka dia lagi-lagi banyak bertanya hingga akhirnya memutuskan mendengar suaraku walau niat di hatinya mungkin hanya sekedar meledek.

Entah bagaimana aku harus bersyukur hingga aku menangis tak percaya. Sungguh tak percaya bahwa dia benar melakukannya. Meski ini hanya terjadi satu kali dalam hidupku, aku sungguh, sungguh bahagia. Meski tak ada sesal dan sirat rindu di dalam suaranya, sungguh, aku bahagia mengetahui hidupnya berjalan dengan baik. Aku bahagia melihat tubuhnya yang ringkih berubah tambun. Aku bahagia mengetahui dia telah mengunjungi banyak tempat-tempat indah yang belum pernah kukunjungi. Aku juga bahagia mengetahui kuliahnya akan selesai sebentar lagi, dan keinginan yang dulu pernah ia sampaikan padaku untuk jadi seorang sarjana akan segera tercapai. Sehingga satu langkah lebih dekat baginya memiliki apa yang dia inginkan, termasuk seseorang yang sedang ia rencanakan untuk dihalalkan.

No comments:

Post a Comment