Tuesday, May 2, 2017

Selamat Datang Kembali

Hei. Selamat datang kembali, Mentariku. Hal yang lebih indah dari senja yang selalu kutunggu tiap sore, yang menarik garis senyumku lebih dalam dari langit cantik yang berwarna merah jambu. Pria yang mampu membuatku tabah dan sabar menunggu meski kau tahu bahwa Cancerian adalah makhluk paling tidak sabaran se-dunia. Pria yang enggan pergi dari pikiranku meski raganya tak pernah ada di sisiku dalam kurun waktu yang sangat lama. Pria yang meski kata-katanya pernah begitu menyakitkan, tapi aku tetap percaya bahwa tak semudah itu seseorang berubah.

Hei, Mentariku. Senang rasanya bisa bersandar di bahumu sambil meraih ujung-ujung rambutmu lagi. Senang rasanya bisa mengulang kembali momen menyenangkan saat kita menertawakan tweet atau meme menjengkelkan di Twitter seperti dulu—Ps: dulu Instagram belum jadi trending seperti sekarang. Senang bisa kembali menghabiskan waktuku bersamamu walaupun ada harga yang harus kubayar untuk itu. Bertahun-tahun merindu sendirian, menangisi kenangan yang tak pernah kau ingat, bahkan cemburu padamu yang sudah bukan milikku, saat itu.

Hei, Mentariku. Dulu, hari demi hari pernah kulalui dengan payah. Berlagak seolah lukaku telah sembuh dengan sendirinya seiring waktu berjalan. Sesekali waktu, saat sepasang earphone-ku mengalunkan lagu Heartache dari ONE OK ROCK atau Still Remembering dari As It Is, di saat itu pula kenangan akanmu mengudara di langit-langit kamar. Satu menit pertama membuatku tersenyum, lalu di menit berikutnya mengundang mendung di pelupuk mata. Kegiatan itu memang agak menyakitkan, sih. Terlebih, saat aku ingat bahwa beberapa waktu lalu kau sedang menyukai seseorang dan memujinya dalam tiap kalimat yang kau post di Twitter-mu. Ya, namanya juga wanita. Ia tahu bahwa mencari tahu yang tidak perlu akan mempersempit rongga dadanya nanti karena sesak, tapi tetap saja melakukannya. Bahkan bisa jadi dua kali lebih sering saat dia merindukannmu.

Hei, Mentariku. Jika kembali bersamamu saat ini sudah bukan lagi menjadi salah satu pintaku dalam doa, akankah tahun-tahun penuh kekosongan yang kulalui tanpamu terbayar dengan kelak selamanya bersamamu? Akankah kau tak pernah lagi mengucapkan hal-hal menyakitkan yang menyayat hatiku saat aku mendengarnya? Akankah kita tak meninggalkan ataupun ditinggalkan lagi?

-Dariku, yang selalu merindukanmu tiap senja dan hujan datang. Cinta pertamamu, yang akhirnya kau sebut sebagai rumah keduamu. Tempatmu merebahkan kepalamu saat lelah. Tempatmu kembali.

No comments:

Post a Comment