Monday, February 15, 2016

Nostalgia

Hari itu, kita berbincang hingga malam. Membicarakan keresahanku perihal persahabatan yang tengah diuji. Kamu menyimaknya dengan seksama, meski hanya lewat pantulan barisan huruf yang membentuk kalimat sedih di layar PC-mu.

Lucu, ya. Saat menyadari, kita pernah saling jatuh cinta lewat berbagi curahan hati. Saat menyadari, bahagia kita saat itu cukup dengan melihat kehadiran masing-masing di tempat duduknya. Saat menyadari, ruang hati kita pernah berbunga-bunga ketika melihat notifikasi pesan baru di kotak masuk akun Facebook masing-masing.

Bisakah kamu hitung berapa banyak waktu yang telah berlalu sejak momen itu terjadi? Tiga, empat, atau bahkan mungkin, lima tahun?

Aku masih ingat, sekembalinya kita dari tiga bulan masa prakerin ke sekolah, kamu memintaku menemuimu di depan kelas, setelah malam sebelumnya mengirimkan pesan singkat berisi, "Aku punya sesuatu buat kamu. Besok dateng agak pagian, ya."

Kamu tahu? Hadiah itu, meski mungkin menurutmu tak mahal dan tak pernah kuanggap berharga, bagiku, itu adalah hadiah terbaik sepanjang hidupku.

Boneka beruang warna putih susu yang memeluk bantal hati warna merah bertuliskan "I Love You", yang kamu berikan dengan gaya polos khas anak SMA yang baru saja jatuh cinta, sambil berucap, "Semoga suka, ya."

Boneka beruang yang kamu beli dengan sisihan gaji pertamamu untuk gadis yang begitu kamu sayangi saat itu. Boneka menggemaskan yang kuberi nama Bonnist, namun kini lebih sering kusebut Bo karena kamu telah menghilang, bersamaan dengan bantal hati yang digenggamnya.

Boneka yang menggantikan nyaman bahumu yang kini tak dapat lagi kupeluk. Boneka yang masih setia jadi penghiburku saat aku merasa sedih dan ingin menumpahkan air mata. Boneka yang tak pernah kucoba singkirkan bersama dengan kenangan tentang kita yang muncul saat gerimis mulai turun, semenjak kamu pergi.

"Lucu banget bonekanya. Makasih, ya. Eh, tapi kan, hari ini bukan tanggal jadian kita. Aku juga nggak lagi ulang tahun."

"Nggak apa-apa. Aku pengin kasih kamu sesuatu aja. Daripada uangnya habis buat main warnet."

Sungguh, saat itu pertama kalinya aku merasa begitu dicintai.

Oh, ya. Aku juga masih ingat, bahwa kita sering menghabiskan malam minggu kita untuk janjian 'online bersama'. Kamu merelakan berjam-jam billing warnetmu hanya untuk berbalas chat Facebook denganku, yang biasanya, dua atau tiga jam sepenuhnya kau habiskan untuk melanjutkan war game onlinemu.

Pantas saja, waktu itu kamu marah karena menganggapku tak menghargai usahamu yang sudah rela menyisihkan uang jajan dan menunda war-mu untuk memenuhi janji 'online bersama' kita. Saat aku tak segera membalas rentetan chatmu yang begitu antusias karena sedang sibuk mendownload puluhan lagu Justin Bieber yang sedang hits waktu itu.

Hei, aku juga masih ingat. Saat kita hendak ke Monas sebagai destinasi kencan berikutnya, bentuk usahamu agar aku tak merasa jenuh akan hubungan kita. Tapi, belum juga menjejakkan kaki di sana, Pak Polisi Gendut menyetop motormu dan memberikan surat tilang karena kamu berada di jalur yang salah. Iya, di Bundaran Senayan. Tempat yang kini jadi semakin sempit karena proyek pembangunan jalan layang, pernah jadi memori yang selalu kukenang tentang kita.

Andai waktu bisa diputar kembali, ingin rasanya aku terbang ke sana. Menemuimu dengan sosok yang masih sederhana. Yang rela duduk berjam-jam di depan PC, dan menjadikan game online sebagai sahabatnya, bukan sebungkus rokok yang asapnya tak pernah kusuka. Menemuimu dengan sosok yang tulus mencintaiku dan menerimaku apa adanya. Memahami Cancerian keras kepala sepertiku dengan sabar. Mengesampingkan egonya untuk memintaku kembali, meski yang kutahu, Aquarian adalah makhluk paling gengsi sedunia. Bahkan, aku ingin menemuimu di masa lalu hanya untuk mencontek buku PR-mu yang tulisannya tampak tak keruan, dan... berdebat mengenai hal kecil, seperti piket misalnya.

Meski kamu tak merindukannya, percaya atau tidak, nyatanya semua hal itu pernah menarik garis senyumku dan jadi nostalgia indah yang tak pernah bosan kuputar ulang di kepala.

No comments:

Post a Comment